Selain itu Indonesia merupakan salah satu negara yang endemis penyakit gumboro dengan strain yang paling virulen dikenal dengan vvIBD. Penyakit gumboro jenis ini dicirikan dengan kematian tinggi dan bisa menembus kekebalan induk lebih awal atau bisa menyerang ayam lebih awal.
Rata-rata peternak broiler (ayam pedaging) di Indonesia pernah dipusingkan dengan penyakit ini sehingga vaksin IBD merupakan program yang wajib digunakan di setiap peternakan broiler. Mayoritas dari peternak menggunakan vaksin jenis intermediate plus yang merupakan vaksin yang tepat untuk mencegah penyakit gumboro jenis ini.
Vaksin gumboro jenis intermediate plus mempunyai kemampuan untuk menembus kekebalan antibodi induk lebih awal dan mempunyai kemampuan replikasi di bursa fabricius lebih cepat dibandingkan dengan jenis vaksin intermediate ataupun vaksin mild. Vaksin ini cukup sukses digunakan pada kondisi peternakan broiler di Indonesia.
Hal lain yang juga kadangkala menjadi perhatian dari peternak broiler adalah adanya reaksi setelah vaksin akibat penggunaan vaksin gumboro. Memang munculnya reaksi setelah vaksin itu sangat wajar dan ini menunjukkan sistem pertahanan tubuh ayam yang di vaksin dalam keadaan baik dan siap untuk membentuk kekebalan.
Yang menjadi masalah adalah reaksi ini bisa menyebabkan penghambatan pertumbuhan broiler jika muncul berlebihan. Reaksi setelah vaksin IBD yang berlebihan biasanya dicirikan dengan ayam yang menunjukkan lemah, lesu, nafsu makan menurun, dan pertumbuhan yang terhambat. Dengan melihat program vaksinasi broiler yang ketat, tidak terkontrolnya reaksi setelah vaksin IBD ini akan mempengaruhi vaksin yang diberikan di program selanjutnya seperti vaksin ND (Newcastle Disease).
Penyebab munculnya reaksi setelah Vaksinasi
Penulis mencoba menganalisa dan memberikan tips untuk mengurangi reaksi berlebihan setelah vaksininasi, supaya broiler dapat menunjukkan performa maksimal sesuai genetik aslinya. Munculnya keparahan reaksi setelah vaksinasi IBD disebabkan oleh beberapa penyebab utama.
- Pertama, performa ayam pada 2 minggu pertama yang kurang optimal. Kondisi tubuh ayam yang kurang prima menyebabkan munculnya reaksi setelah vaksin yang lebih parah. Pencapaian berat badan dan konsumsi pakan pada 2 minggu pertama merupakan salah satu kunci meminimalkan reaksi setelah vaksin.
- Dari berbagai penelitian menyebutkan, berat organ immunitas termasuk bursa fabricius sangat berkorelasi positif dengan berat badan tubuh ayam. Artinya respon kekebalan pada ayam yang mempunyai performa bagus akan lebih baik dibandingkan sebaliknya.
- Kedua, kekebalan dari induk dan ketepatan waktu vaksinasi. Tidak bisa dipungkiri rata-rata DOC (Day Old Chicks/ayam umur sehari) komersial di Indonesia mempunyai kekebalan dari induk terhadap gumboro karena biasanya program vaksinasi IBD Kill di menjelang masa produksi merupakan wajib di pembibitan. Masih adanya maternal antibodi pada saat terjadi vaksin take akan meminimalkan efek residu patogenisitas dari virus vaksin sehingga reaksi setelah vaksin seperti kerusakan bursa dapat diminimalkan dan lama penyembuhan bursa lebih dipercepat.
- Ketiga, jenis vaksinasi yang digunakan. Vaksin intermediate plus otomatis memberikan efek reaksi setelah vaksinasi yang lebih dibandingkan vaksin intermediate ataupun yang mild. Dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa grup yang divaksinasi dengan intermediate plus memberikan reaksipostvaksinal lebih terhadap bursa fabricius baik dilihat dari B:B Index, kerusakan sel-sel limfosit dan lama masa kesembuhan dari bursa fabricius.
- Keempat, kontrol aplikasi vaksinasi. Selain dari jenis vaksin, kemampuan penyebaran virus vaksin dari invidu yang sudah tervaksin ke individu ayam yang belum tervaksin juga sebagai kunci untuk pencegahan munculnya reaksi ini. Kunci terpenting untuk meminimalkan reaksi ini adalah menjalankan prosedur aplikasi vaksinasi air minum dengan benar. Dengan adanya kepastian bahwa ayam 100 % mendapatkan vaksinasi maka reaksi setelah vaksinasi akan dapat diminimalkan.
- Kelima, adanya faktor immunosuppresi. Faktor immunosuppresi juga bisa ikut memperparah reaksi setelah vaksinasi IBD. Faktor ini bisa disebabkan karena infeksius karena ayam terpapar CAV, Adeno Virus, Avian Influenza, Coccidiosis, dan lain-lain. Bisa juga karena faktor noninfeksius sepertimycotoxin dan akibat ayam mengalami stres baik internal maupun eksternal (lingkungan).
Menekan Reaksi Setelah Vaksinasi
Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa pada pemberian vaksinasi melalui air minum, virus vaksin gumboro sebelum mencapai di bursa fabricius akan melakukan replikasi di sel limfosit dari usus kemudian menuju sel kupfer di organ hati. Selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah menuju bursa fabricius untuk melakukan perbanyakan diri.
Proses ini berlangsung sekitar 24 - 48 jam setelah vaksin dan sangat tergantung dari sistem kekebalan induk, jenis vaksin yang digunakan, dan ketepatan waktu vaksinasi. Begitu juga dengan masa penyembuhan bursa fabricius yang dapat berlangsung sekitar 7 - 10 hari, ini juga tergantung oleh faktor-faktor di atas.
Untuk mengetahui adanya kerja dari vaksin biasanya dapat dilakukan pengecekan dengan melihat evolusi bursa fabricius secara makroskopik di umur 7, 14, dan 21 hari setelah vaksinasi. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh peternak untuk meminimalkan kejadian reaksi setelah vaksinasi gumboro terutama pada saat 1 -7 hari setelah vaksinasi.
- Pertama, pastikan tercapainya bobot badan pada 2 minggu pertama. Untuk memaksimalkan pencapaian berat badan pada minggu pertama dapat dipengaruhi banyak hal. Contohnya kualitas DOC dari mulai dari ukuran dan kondisi umum DOC, manajemen pemberian pakan di awal hidup ayam, dan kondisi serta perlakuan ayam di masa brooding tersebut.
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pencapaian berat badan pada 2 minggu pertama juga diikuti dengan perkembangan maksimal sistem kekebalan, sistem pencernaan, dan pernafasan yang merupakan faktor pendukung pencapaian performa. Disarankan untuk memberikan pengobatan suportif seperti pemberian larutan glukosa pada saat setelah vaksinasi terutama pada ayam yang kondisinya kurang optimal.
- Kedua, kekebalan dari induk. Dengan melihat kondisi akhir-akhir ini dimana supplai DOC broiler yang belum optimal sehingga memungkinan DOC berasal dari induk yang berbeda maka akan banyak dijumpai coeffecient variance dari titer maternal antibodi yang tinggi pada setiap angkatan ayam. Pada kondisi ini, peternak akan ada kesulitan untuk menentukan jadwal yang tepat dari vaksinasi gumboro.
Jika vaksin terlalu cepat akan ada kemungkinan netralisasi dari kekebalan induk ke virus vaksin pada ayam-ayam yang mempunyai status kekebalan induk tinggi sedangkan jika vaksinasi di mundurkan maka reaksi setelah vaksin ayam yang status kekebalan induknya rendah akan lebih parah. Yang lebih berisiko adalah masuknya virus gumboro yang lebih dahulu ataupun munculnya reaksi setelah vaksin yang lebih.
Dengan adanya kemajuan teknologi, dengan sudah tersedianya vaksin gumboro yang mempunyaiimmune kompleks maka problem seperti di atas bisa diminimalkan. Jeurissen et all,1998 menyebutkan bahwa kerusakan sel-sel limfosit dari bursa fabricius lebih minim pada vaksin gumboro kompleksimmune dibandingkan non immune kompleks.
Hal itu diperkuat oleh Kelemen et all pada publikasi ilmiahnya tahun 2000, bahwa vaksin IBDimmune kompleks tidak mempengaruhi respon kekebalan terhadap vaksin ND. Pada kondisi saat ini dengan tingginya tantangan penyakit ND di lapangan, terlihat dari masuk virus ND lapangan lebih awal di umur kurang dari 20 hari, maka penggunaan vaksin immune kompleks dihatchery (pembibitan) akan lebih menguntungkan karena booster vaksin ND bisa diberikan lebih maju pada umur 12 - 14 hari.
- Ketiga, prosedur vaksinasi. untuk menjamin maksimalnya aplikasi vaksin gumboro melalui air minum, kontrol prosedur sebelum vaksinasi, pada saat vaksinasi, dan sistem audit setelah vaksin sangat diperlukan. Prosedur sebelum vaksinasi dilakukan 1 - 2 hari sebelum vaksin dengan melihat kondisi umum ayam, menghitung kebutuhan vaksin, serta jumlah dan kualitas air minum untuk vaksinasi.
Pada saat hari vaksinasi yang harus di lakukan adalah persiapan perlengkapan vaksinasi dan prosedur puasa dari ayam. Lalu setelah vaksinasi yang perlu diperhatikan adalah mengecek distribusi vaksin di setiap tempat dan sebaiknya gunakan form monitoring vaksin sebagai bahan evaluasi keberhasilan vaksinasi.
- Keempat, maksimalkan respon immunitas ayam. Untuk meminimalkan kejadianimmunosuppresive maka biosekuriti yang ketat dikombinasikan dengan program vaksinasi merupakan faktor kunci untuk mengurangi penyebab efek berlebih dari vaksinasi. Terutama yang disebabkan oleh penyakit infeksius. Tidak ketinggalan upaya meminimalkan tereksposenya ayam dari mycotoxin dengan pemilihan pakan yang berkualitas dan memaksimalkan penanganan pakan di lapangan. Serta hal yang terpenting adalah menjaga kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan ayam untuk mengurangi stres.
Drh. Ayatullah Muhammad Natsir-Technical dan Marketing Manager Ceva Animal Health Indonesia